Pages

Subscribe:

Labels

Tuesday, March 19, 2013

Mencari Humor di Antara Pemimpin


Suatu saat, Gubernur Jakarta Joko Widodo ditanya wartawan perihal Hercules. Alih-alih menjawab dengan muka masam atau mimik serius lainnya, Jokowi malah berujar, “Uang siapa itu yang jatuh!” Sontak, wartawan melihat ke lantai, dan tahulah mereka bahwa Pak Gubernur bergurau. Begitulah salah satu cara Jokowi berkelit dari pertanyaan.
Humor rasa-rasanya sudah cukup lama menghilang dari cara berkomunikasi para pemimpin publik. Pengamatan saya ini barangkali keliru; mungkin saja. Tapi, secara umum, begitulah yang saya rasakan: hilangnya humor yang segar, bukan lelucon yang diniatkan untuk menertawakan orang lain. Jokowi dan Menteri Dahlan Iskan mengisi kekosongan humor itu.
Dalam diri para pemimpin, humor dan kerendahan hati berjalan berdampingan. Tapi humor sekaligus juga bukti kepercayaan diri yang besar. Dengan sense of humor yang tinggi, seorang pemimpin mampu menyiasati situasi yang menekan dirinya. Menjawab pertanyaan yang menyudutkan tak mesti dengan argumen yang serius.
Ada banyak alasan mengapa pemimpin memerlukan humor.
Humor meredakan ketegangan. Ketika situasi rapat begitu tegang karena perselisihan pendapat di antara pesertanya, humor yang dilontarkan pemimpin dapat mencairkan suasana. Humor menjadikan suasana rileks kembali sehingga setiap orang bisa berpikir jernih.
Almarhum Gus Dur menggunakan humor untuk mengendalikan situasi. Gus Dur mempunyai kepekaan untuk menyampaikan humor yang cerdas pada saat yang tepat. Ia tahu bagaimana menarik perhatian publik kepada dirinya. Dan, swear, humornya Gus Dur itu benar-benar serius lho!
Humor dapat melunakkan penerimaan terhadap kabar buruk. Yah, berita yang didengar barangkali buruk. Tapi pemimpin yang kuat percaya bahwa selalu akan ada jalan keluar dari kesulitan. Karena itu ia berusaha memompakan rasa optimistis saat mengabarkan kabar buruk. “Ayolah, hidup mesti jalan terus, kan masih ada hari esok,” ujar si pemimpin sembari tersenyum (bukan dengan wajah cemberut) melihat karyawannya lemah semangat. “Betul lho, masih ada hari esok. Ada yang tak ingin melihat hari esok?”
Humor sangat berguna untuk membangun kerjasama tim. Pemimpin yang hebat tahu beragam cara untuk menciptakan kohesivitas tim, antara lain dengan menyusupkan humor.
Humor yang segar, bukan yang menertawakan orang lain, bisa menjadi daya tarik agar orang lain mengikuti Anda. Sebagai pemimpin, humor membuat orang fokus perhatiannya kepada diri Anda. Orang juga menjadi ingat pada hal-hal penting yang Anda kemukakan bila penyampaiannya disertai, misalnya, anekdot.
Humor juga bisa memotivasi. Ketimbang dimarahi-marahi, orang bisa jadi lebih tergerak bila dinasihati dengan cita rasa humor. Sebagai alat untuk memotivasi, humor bisa jadi lebih ampuh efek positifnya daripada slogan-slogan, jargon-jargon, dan marah-marah.
Mungkin masih banyak lagi manfaat humor. Sayangnya, sejauh yang banyak tampil di muka publik, para pemimpin kita seperti kekurangan sense of humor. Padahal, seperti kata Dwight Eisenhower, pemimpin AS, “A sense of humor is part of the art of leadership, of getting along with people, of getting things done.” ***
Sumber : Blog Tempo

mining